Semua Orang Bisa Investasi, Tapi Tidak Semua Bisa Bertahan
Mulai investasi itu langkah bagus. Tapi mempertahankan ritme dan strategi yang benar – nah, itu tantangan sesungguhnya!
Banyak investor pemula semangat di awal, lalu kecewa karena hasilnya nggak sesuai ekspektasi.
Padahal, bukan karena instrumennya yang salah, tapi karena strateginya kurang tepat.
Yuk, pelajari 7 kesalahan paling umum yang sering dilakukan investor pemula agar kamu nggak jatuh ke lubang yang sama.
1. Tidak Punya Tujuan Investasi yang Jelas
Banyak orang berinvestasi hanya karena ikut tren, tanpa tahu kenapa mereka melakukannya.
Padahal, investasi tanpa tujuan sama seperti berlayar tanpa arah – kamu bisa tersesat di tengah jalan.
Tentukan dulu apa yang ingin kamu capai:
- Apakah untuk dana darurat?
- Tabungan pendidikan anak?
- Dana pensiun?
Dengan tujuan yang jelas, kamu bisa memilih instrumen investasi yang paling sesuai dengan jangka waktu dan tingkat risiko yang siap kamu tanggung.
2. Terlalu Fokus pada Keuntungan Cepat
Banyak pemula terjebak dengan mindset “cepat kaya lewat investasi.”
Akibatnya, mereka mudah tergoda masuk ke instrumen berisiko tinggi tanpa riset yang matang – seperti saham spekulatif atau bahkan investasi bodong.
Ingat: investasi bukan sprint, tapi maraton.
Lebih baik hasil stabil dan konsisten, daripada untung besar di awal tapi rugi besar kemudian.
3. Tidak Diversifikasi
Kesalahan klasik lainnya adalah menaruh semua dana di satu instrumen. Misalnya, semua uang di saham atau semua di deposito.
Diversifikasi penting untuk menyebar risiko. Kalau satu aset turun, aset lain bisa menyeimbangkan.
Cobalah kombinasi seperti:
- 40% reksa dana pasar uang
- 30% obligasi
- 20% emas
- 10% saham
Dengan begitu, portofolio kamu tetap sehat di segala kondisi pasar.
4. Panik Saat Pasar Turun
Siapa pun bisa panik ketika nilai investasinya menurun. Tapi justru di situlah perbedaan antara investor cerdas dan investor emosional.
Saat pasar turun, pemula cenderung menjual aset karena takut rugi. Padahal, penurunan harga sering kali bersifat sementara.
Investor bijak justru memanfaatkan momen ini untuk membeli lebih banyak saat harga murah (buy the dip).
Kuncinya adalah sabar dan percaya pada strategi jangka panjangmu.
5. Tidak Memahami Risiko
Setiap investasi punya risiko – bahkan deposito pun punya risiko inflasi.
Masalahnya, banyak pemula yang tidak membaca atau memahami risiko sebelum menaruh uangnya.
Sebelum berinvestasi, tanyakan pada diri sendiri:
- Seberapa siap saya kalau nilai investasi turun?
- Apakah saya tahu bagaimana cara kerja instrumen ini?
Semakin kamu paham risikonya, semakin kecil kemungkinan kamu panik saat pasar berubah.
6. Tidak Mengevaluasi Portofolio
Investasi bukan “tanam lalu tinggal.” Kamu perlu mengevaluasi portofolio secara berkala, minimal setiap 6–12 bulan sekali.
Tujuannya:
- Menyesuaikan komposisi dengan tujuan terbaru.
- Melakukan rebalancing jika ada aset yang terlalu mendominasi.
- Mengetahui kinerja masing-masing instrumen secara objektif.
Dengan evaluasi rutin, kamu bisa tahu kapan harus menambah, mengurangi, atau bahkan mengganti investasi.
7. Terpengaruh Tren dan FOMO
“Teman aku untung besar dari saham X!”
“Katanya kripto ini bakal naik gila-gilaan!”
Pernah dengar kalimat seperti itu? Itulah jebakan FOMO (Fear of Missing Out) yang sering bikin pemula salah langkah.
Sebelum ikut tren, pastikan kamu melakukan riset sendiri. Jangan hanya ikut-ikutan. Setiap orang punya kondisi keuangan dan profil risiko yang berbeda – jadi, apa yang cocok untuk orang lain belum tentu cocok untuk kamu.
Berinvestasi itu bukan tentang siapa yang paling cepat mulai, tapi siapa yang paling konsisten dan bijak dalam menjalankan strategi.
Hindari 7 kesalahan umum ini, dan kamu sudah selangkah lebih maju dibanding kebanyakan investor pemula.
Ingat, investasi yang baik adalah yang sesuai tujuan, sabar prosesnya, dan disiplin dalam pengelolaannya.


